Malam ke-15, puncak perpustakaan. Langit Bersinar terang Rembulan terlihat dekat Kota memancarkan gemerlapnya
Di tepi, terdapat seseorang Duduk dengan diam Pandangannya kosong Menatap pemandangan di depannya
Ren menatap kei yang hanya diam Ia sedih lantaran kei kehilangan semangat
Kemudian Ren menghampirinya Ia duduk di sebelahnya Ia juga hanya diam.
"malam ini indah ya" ren membuka percakapan Kei tetap terdiam, pandangannya tidak berubah "kau tahu? Aku suka pemandangan seperti ini. Indah dan nyaman dipandang" "terutama perkotaannya, memancarkan bermacam-macam cahaya" "padahal, banyak kerusakan dibalik keindahan tersebut. Tentu kau tahu"
Ren menatap kei, tersenyum "jika kita melihat hidup dari sisi sempit, maka hidup akan terlihat buruk" "tetapi jika kita ingin membuka pikiran, melihat dengan jangkauan yang lebih luas, Kita akan menemukan, bahwa hidup itu indah"
Kei menoleh, menatap ren. Wajah ren memerah. Ia buru-buru mengalihkan pandangannya dari kei "sejujurnya, hingga sekarang aku masih tetap membencimu" "tetapi aku juga tidak ingin melihatmu terus kehilangan semangat seperti ini" "tidak hanya aku, yang lainpun sedih melihatmu seperti ini. Mereka mengkhawatirkanmu"
Ren bangkit dari duduknya, ia terdiam sejenak "aku mengerti kesedihanmu yang dikhianati sahabat terbaikmu, Tetapi semoga kau tidak lupa, bahwa masih ada orang lain yang peduli denganmu"
Ren berjalan meninggalkan kei, Sesampainya di pintu, ia membalikkan badannya, Menatap kei untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggalkan atap perpustakaan.
Malam ke-15, puncak perpustakaan. Kei memerhatikan pemandangan di depannya, Sembari merenungi banyak hal.
Nb. Mencoba nulis fiksi. Iya, fiksi.
Niatnya mau nulis cerpen gitu, tapi kepala serasa overload. Padahal pas ngoding nggak pernah sebegitunya. Eh mungkin overload juga karena udah keseringan ngoding kali ya. Pas SMA bikin cerita ga sampe sebegitunya.
Akhirnya nyoba tuh bikin puisi rasa cerpen seperti ini. Yah ancur sih.