Saat dalam perjalanan ke kantor, Ane membaca artikel ini yang muncul di timeline feedly ane. Ane baca aja karena tertarik dengan judulnya aja.
Serius, artikel itu panjang banget. Dikira ane akan cepat selesai gitu, atau artikelnya pendek. Perjalanan Ane ke kantor makan waktu sekitar 1 jam, dan ane baru selesai baca artikelnya pas tinggal satu halte lagi sampai di kantor. Kalau misal ente pada tertarik mau baca artikel itu, saran ane cari waktu luang, karena artikel itu panjang pake banget.
Ane tapi nggak nyesel sih baca panjang-panjang begitu, artikelnya bagus banget soalnya.
Jadi artikel itu ditulis oleh seorang kakak perempuan yang adiknya meninggal. Di artikel itu, dia menceritakan tentang adiknya dan hidupnya. Cerita tentang kedekatan dia dengan adiknya, sisi lain adiknya yang dia tidak tahu (dan baru tau setelah cari-cari di google), tentang penyebab kematian adiknya, tentang sebab mendasar yang membuat adiknya menjadi insecure. Intinya, artikel itu tentang adiknya. Judulnya udah menjawab sih.
Membaca artikel itu, ane mikir dong. Ane termenung, memikirkan soal hidup ane dan membandingkannya dengan kisah si adek. Di akhir, ane menyimpulkan : secara ga sadar, allah kasih ane nikmat yang sebenernya patut disyukuri banget, tapi karena itu adalah hal umum jadi ane suka lupa bersyukur akan hal tersebut.
Ketiga nikmat itu adalah :
Diberi nikmat memahami islam
Kebimbangan si adik yang berusaha melakukan apapun agar diterima lingkungannya dalam artikel tersebut, yang ane perhatikan seringnya karena tidak memiliki prinsip kokoh dalam hidup. Karena tidak memiliki prinsip yang kokoh, akhirnya hidup jadi terombang-ambing, bingung arah. Prinsip tidak kokoh, hidup akan terbawa arus. Disini ane bersyukur Allah kasih ane nikmat untuk memahami -bukan beragama atau tahu saja, tapi memahami, islam. Mungkin karena sudah biasa jadi orang islam dari lahir, jadi biasa aja sama fakta kalau ane orang islam. Tapi, paham islam itu benar-benar nikmat tersendiri.
Nikmat memahami islam itu seperti menemukan peta di perjalanan yang tidak terarah. Memahami islam, ane jadi mengerti tujuan hidup, belajar akhlak dan perilaku, dan yang utama, menemukan kedamaian hidup yang hakiki. Pemahaman itu menjadi prinsip hidup tersendiri yang membuat ane tidak bingung untuk menghadapi hidup itu sendiri, dan apa yang harus ane lakukan dalam hidup.
Keluarga yang selalu ada
Ada di sini bukan hanya ada saat dihubungi, tapi juga ada secara fisik.
Seberapa sayangpun keluarga atau sahabat kepada sesamanya, terkadang masih kurang jika dibandingkan orang yang selalu ada. Terkadang orang bukannya butuh dikasihtau kalo dia spesial atau dia disayang, tapi butuh ditemani.
Ini, alhamdulillah nikmat yang Allah kasih karena ane tidak pernah rantau. Ditambah, orangtua ane, sesibuk apapun, tetap merawat dan mendidik ane dan adek-adek ane walaupun sibuk. Pernah ibu ane cerita, kalau dia mau ketemu orang pas ane masih kecil, nunggu ane dan adek ane tidur dulu baru pergi pas malem. Itu nikmat tersendiri yang patut disyukuri, karena ane jadi dekat dengan orangtua ane dan keluarga ane.
Ane membandingkan ini dengan keluarga yang orangtuanya sering pergi setiap hari, sehingga jarang bertemu orangtuanya walau tinggal serumah. Jadi tinggal serumah, tapi jarang ketemu atau duduk bareng. Menurut ane, itu fatal walau terlihat sepele. Keluarga itu pendidikan paling awal soalnya. Kalau misal saat-saat paling penting justru orangtua lebih sering menitipkan anaknya, bagaimana nasib anak tersebut nantinya?
Tinggal dan besar di Indonesia
Mungkin akan banyak yang ga setuju sih, tapi dari semua negara di dunia, mungkin indonesia itu negara paling enak. Titik.
Ane menilai seperti itu dari sisi orang yang pernah melihat lingkungan luar negeri dan kesehariannya. Yang paling penting, ane menilai seperti itu setelah membandingkan kekurangan dan kelebihan masing-masing negara dan kulturnya.
Terkadang orang hanya melihat bagusnya saja dari luar negeri, tapi tidak melihat secara keseluruhan (yang artinya mencakup kekurangan negeri lain). Tanda kurang bersyukur, hanya melihat hijau rumput tetangga tapi melupakan rumput hijau di ladang sendiri.
Singapura negara yang aman, penduduknya taat aturan? Ane pernah hampir ditabrak -ditabrak, bukan ketabrak, saat ane pernah sekali menyebrang bukan di zebra cross. Ya ane salah juga sih itu, tapi pengemudinya benar-benar ga peduli ane ketabrak, so where is the empathy?
Jepang hebat. HP ane ketinggalan di bis seharian masih balik, disimpen sama bapak-bapak bisnya. Dibalik itu, jepang terkenal dengan negara yang memiliki tingkat bunuh diri yang tinggi. Kerja pun bisa 10 jam sehari.
Turki keren, negara islam modern. Erdogan memajukan islam di turki. Tahukah? Sekolah disana musholla aja tidak ada. Tidak jarang ada anak yang kasar ke orangtuanya disana.
Dan Amerika, dengan tingkat diskriminasinya yang tinggi. seperti si adik yang terdiskriminasi karena warna kulitnya yang coklat, berbeda dengan penduduk sana yang mayoritas kulit putih.
Indonesia enak loh. Makanan murah, sholat gampang, penduduknya ramah-ramah, mau pergi kemanapun aman-aman aja, dan terutama ada TEMPE dan INDOMIE!!! Di luar negeri mana ada coba tempe. Kalaupun ada, mahal. Indomie aja di jepang sekitar 100 ribuan.
Memang indonesia -seperti negara manapun, memiliki kekurangan, terutama perpolitikannya yang tidak jelas. Saat ane menulis artikel ini, sedang ribut masalah RUU KPK. Ane juga nggak setuju mengenai RUU itu, tapi bukan berarti ane sebagai rakyat bisa mengatakan kalau pemerintah kerjanya tidak becus, suka korupsi, dan sebutan jelek lainnya. Pun kalau ada berita pemerintah lagi santai, ane bisa bilang pemerintah bukannya kerja atau apalah. I mean, pemerintah juga manusia kan? Apa karena pemerintah itu kerja untuk rakyat, maka harus kerja 24 jam 7 hari, dan kerjanya harus selalu sempurna? Apalagi kalau sampai ane menyesalkan pilihan politik ane, dan mikir : "mestinya ane nggak milih dia". Apakah kalau misal pilihan kita berbeda, kejadian yang sama seperti saat ini tidak akan terulang?
Serius deh, kita -terutama ane, suka lupa. Pemerintah bukan tuhan, bisa melakukan kesalahan. Rakyat bukan tuhan, jadi suara rakyat jelas bukan suara tuhan. Tuhan itu hanya satu : Allah.
Jangan sampai secara tidak sadar kita sombong dan menuntut pemerintah selalu sesuai keinginan kita, sedangkan kita sendiri Cuma bisa ngomel-ngomel dan protes tanpa membantu dengan cara yang diperbolehkan, yaitu dengan berdo'a dan memberikan saran langsung ke pemerintah.
Kembali ke soal bersyukur jadi warga Indonesia. Sebab utama lainnya adalah, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama islam. Kita bisa santai dan dengan aman menjalankan kewajiban sebagai orang islam : mau sholat, mesjid dan musholla banyak. Mau belajar agama, banyak juga. Waktu istirahat disesuaikan dengan waktu sholat, jadi tidak takut sholat telat. Makanan alhamdulillah pada halal. Mau ngobrolin soal agama enak karena penduduknya kebanyakan islam.
Coba di luar negeri, boro-boro mau cari tempat sholat, lagi sholat aja diliatin orang-orang, diliatin dengan tatapan heran. Mau makan, nggak Cuma mahal, kehalalannya diragukan. Bahkan di beberapa negara, boro-boro mau keluar rumah sendirian, udah takut diculik atau kena peluru duluan saking ga amannya negara tersebut.
Di Indonesia, puasa enak -terutama puasa ramadhan. Pemerintah mengatur waktu kerja dan sekolah agar tidak bentrok waktu berbuka dan agar kita bisa banyak beribadah atau istirahat di bulan ramadhan. Ta'jil juga banyak yang menyediakan gratis. belum lagi waktu di Indoonesia 12-12. kalo di luar negeri, bisa jadi puasa hingga 18 bahkan 20 jam. jam 3 sudah shubuh, tapi maghrib jam 8 atau 9 malam. Belum lagi kalau kerja, waktunya benar-benar fulltime tanpa keringanan.
Bener memang, nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Dan banyak nikmat yang mestinya ane syukuri, malah ane dustakan dengan banyak mengeluh mengenai kekurangan yang hanya sebiji jagung dari nikmat tersebut.