image-logo
Dulu, kalau Ane datang ke nikahan seseorang, ane nggak merasakan apa-apa. Melihat pasangannya bahagia, atau ekspresi dan perasaan keluarga dan orang-orang yang berkunjung datang, ane nggak merasakan apa-apa. Entah karena hati ane terlalu batu atau karena orang-orang tersebut nggak dekat dengan ane, makanya ane kurang berempati pada perasaan bahagia mereka.
post
/post/fase-hidup/
Fase Hidup

Fase Hidup

Dulu, kalau Ane datang ke nikahan seseorang, ane nggak merasakan apa-apa. Melihat pasangannya bahagia, atau ekspresi dan perasaan keluarga dan orang-orang yang berkunjung datang, ane nggak merasakan apa-apa. Entah karena hati ane terlalu batu atau karena orang-orang tersebut nggak dekat dengan ane, makanya ane kurang berempati pada perasaan bahagia mereka.

Sekarang, Ane bisa merasakan perasaan tersebut. Entah apakah efek dari perasaan ane yang mulai berubah sehingga lebih mudah berempati atas izin Allah atau memang orang-orang yang bisa ane rasakan tersebut memang semuanya lumayan dekat dengan ane? Entah. Yang ane ingat, ada 2 acara pernikahan yang berkesan menurut ane. Mungkin ada lagi selain dua ini, tetapi untuk sekarang dua inilah yang ane inget.

Yang pertama saat pernikahan kakak angkat ane. Ane merasa sedih. Sedih, karena saat itu ibu ane menangis saat menyalami kakak angkat ane setelah akad. Mungkin sebenarnya ane bisa merasakan sedihnya karena itu ibu ane. Ditambah, ibu ane dulu pernah bilang saat nikahan sepupu ane, kalau kalau nanti ane nikah, beliau juga akan nangis. Melihat ibu ane saat itu, ane jadi mengerti bagaimana perasaannya.

Yang kedua saat nikahan sahabat SMA ane, hari ini banget. Saat ane untuk datangnya dua kali salah halte yang membuat keberangkatan ane telat 2 jam. Ini semua karena sistem Transjakarta yang lumayan kompleks seperti jalur kereta Tokyo.

Oke, ini OOT. Maaf..

Jadi, bagaimana perasaan ane saat melihat sahabat ane itu?

Seneng, sedih, haru. Campur aduk.

Mungkin terdengar aneh, tapi ane seperti merasakan apa yang dirasakan pengantin dan keluarganya, dan menyerap emosinya jadi seperti yang ane rasakan. Bedanya, kalau biasanya hanya sekedar merasa, sekarang sangat terasa. Sampai-sampai mata ane sempet berkaca-kaca karena terharu.

Ini mungkin yang dinamakan simpati, atau empati?

Ane pikir, mungkin lebih terasa emosinya karena untuk saat ini, pernikahan merupakan hal yang dekat untuk ane, yang suatu saat juga ane akan mengalaminya.

Kemudian ane mikir : suatu saat ane menikah, kemudian punya anak, membesarkan anak sambil berkeluarga, terus anak ane nikah, anak ane punya keluarga, ane punya cucu, jadi nenek-nenek, hingga di akhir perjalanan ada kematian. Bisa jadi Allah menjadikan umur ane nggak sepanjang itu, hingga ane meninggal sebelum merasakan semua fase tersebut. Wallahu a'lam.

Kemudian ane masuk alam kubur. kemudian seluruh kehidupan ane tersebut dipertanggungjawabkan di padang masyhar untuk kemudian menunjukkan timbangan amal ane, dan terakhir masuk surga atau neraka. (semoga kita terjaga dari api neraka ya Allah. Aamiin)

Melihat dari sisi yang lebih lebar lagi, ane melihat hidup itu terdiri dari banyak fase, yang di dalamnya ada fase-fase kecil. Sebagai contoh barusan, fase pernikahan -yang insyaAllah cepat atau lambat akan ane rasakan. Sebelum fase itu, ada fase sekolah, fase kuliah, fase kerja. Setelah itu ada fase jadi orang tua, jadi nenek-nenek, dan seterusnya. Di fase-fase tersebut juga, ada fase-fase kecil lainnya. Misal pas sekolah ada fase SMA. Di dalam fase SMA ada fase kelas 10 yang santai, kelas 11 yang sibuk dengan OSIS, kelas 12 yang sibuk persiapan UN. Kalau dikerucutkan lagi tentu bisa.

Yah, hidup memang terdiri dari banyak fase, dan fase-fase yang sudah ane lewati berkontribusi atas diri ane yang sekarang. Kontribusi tersebut, bisa berupa pengalaman menyenangkan atau menyakitkan sekalipun. Pelajaran dan hasil kita merespon kontribusi tersebut tersemat di dalam diri kita sampai sekarang.

Memikirkan itu semua, ane merasa sangat berterima kasih untuk orang-orang dan lingkungan yanyang telah membantu ane menjadi ane yang saat ini. Ane juga bersyukur banget sama Allah, karena selalu menempatkan ane di sekitar orang-orang dan lingkungan yang baik. Ane pun baru menyadari, betapa banyak banget kebaikan-kebaikan orang lain untuk ane, bentuk sayang dan kepeduliannya, yang baru ane sadari saat ini karena dulu tidak terlihat akibat sempitnya pikiran ane. Orang-orang tersebut membantu ane menjadi lebih baik. Sungguh, ane sangat berterima kasih dan bersyukur atas hal itu.

Sekarangpun masih banyak yang dapat ane pelajar lagi untuk menjadi lebih baik dari sekarang. Lebih baik dalam hidup.

Dan ane sadari, orang lain pun bisa dipengaruhi kehidupannya oleh sikap dan perilaku ane. Tiap orang saling memengaruhi satu sama lain. Walau ane nggak tahu dalam hal apa ane memengaruhi orang lain. Jika dalam keburukan, ane minta maaf dan kalau bisa, nasihati ane agar dapat diperbaiki. Jika dalam kebaikan, maka ane bersyukur kepada Allah karena menjadikan ane perantara untuk hidayah-Nya; karena kebaikan itu datangnya dari Allah, ane hanya perantara saja.

300619

N.B.
Baru sempet diketik sekarang, soalnya kemarin kecapekan. Dan setelah dibaca-baca lagi, ane ga sangka lagi acara nikahan aja pikiran ane sampai sejauh ini muter-muternya :v.

Penulis: Riza Kariza