Habis merenungi berita soal sebuah startup fintech bermasalah di Amerika, dan menyebabkan banyak uang nasabah di fintech tersebut lenyap. Padahal dari awal sudah dipasarkan kalau fintech tersebut aman dan inovatif, tentunya dengan banyak fitur canggih. Namun tetap saja akhirnya ada masalah hingga nasabah harus pasrah akan uangnya yang hilang. Ada yang kehilangan 10.000 USD (160 juta rupiah) hingga hampir 250.000 USD (~4 miliar rupiah).
Teringat juga dulu pernah menonton soal dokumentasi pemilik cryptocurrency yang tewas mendadak di kamar hotelnya, lalu diselidiki lah nasibnya bagaimana, termasuk uang bitcoin yang ia kelola. Karena, setelah dia meninggal, tidak ada yang bisa akses uang yang ada di rekening tersebut. Usut punya usut, ternyata itu adalah penipuan, dan uang yang ada di rekening tersebut, ujung-ujungnya diambil oleh si pemilik bitcoin tersebut. Dan yang rugi siapa? yak betul, nasabahnya. Banyak yang sampai stress dan depresi, tentu saja, karena banyak yang menyimpan sebagian besar asetnya disana dengan pikiran agar untung.
Dalam bisnis, ada yang namanya konsep keseimbangan. Untuk bisa mendapatkan suatu keuntungan, ada bayaran/investasi yang perlu diberikan, baik itu berupa bayaran langsung atau bukan.
Contoh, Agar bisa mendapat gaji besar, kita perlu bekerja dengan sangat baik. Kita investasikan waktu kita untuk bekerja, dan setelah investasi kemampuan kita sudah terpupuk dengan baik, seiring berjalannya waktu, kita bisa mendapatkan promosi atau offer pekerjaan yang baik, lalu dapatlah gaji besar tersebut.
Contoh lain, promo di aplikasi makanan. Sebagai pengguna, tentu enak ya bisa beli makanan dengan diskon. Tapi kalau diselidiki lagi, diskon-diskon tersebut banyaknya hanya bisa dipakai jika memakai metode pembayaran tertentu. Pun ketika sudah pakai metode pembayaran A, diskonnya tidak seberapa banyak. Jadi ada nilai tukarnya.
Kalau kita lihat dari sisi pemilik aplikasinya, di belakang layar, dari diskon-diskon tersebut, sebenarnya mereka banyak bakar uang: menghabiskan uang investasi untuk promo-promo tersebut, dengan tujuan utama menggaet banyak pengguna di aplikasi tersebut. Ini juga bagian dari investasi: menukar promo dan pengeluaran dengan pengguna.
Kemudian juga, untuk fintech atau bitcoin. perbankan digital terlihat canggih dan sekilas aman. Bisa bikin akun tanpa ke bank? keren ga tuh? Tapi bayarannya, kemudahan tersebut bayarannya adalah tidak ada bentuk fisik dari bank tersebut, sehingga di satu sisi, keamanannya juga tidak terjamin.
Misal begini. Kita bisa lihat di rekening kita ada uang 10 juta. Okelah itu banyak, bisa banyak bunga juga. Sekarang, bayangkan kalau misal aplikasi tersebut bermasalah atau hang; Kita tidak bisa akses uang kita tersebut. Mau datang ke kantornya juga tidak bisa karena tidak ada kantor fisiknya. Alhasil, uang kita terjebak disana. Masih untung kalau bisa balik.
Memang sekarang banyak fintech yang sudah dijaga dan resmi diakui oleh OJK, serta beberapa langkah keamanan lain seperti bekerja sama dengan bank konvensional. Tapi dengan bank konvensional mulai mengejar ketinggalan teknologinya dengan go digital, benefit yang didapat dari fintech mulai terkikis. Terutama dari segi keamanan dimana bank konvensional masih ada kantor fisiknya.
Terkadang memang segala sesuatu yang all-digital kurang bagus juga; bukti fisik tetap perlu ada untuk membuktikan bahwa hal tersebut memang 'ada'. Dan bukti fisik tersebut juga adalah bukti nyata yang memang terlihat. Bukan hanya sekedar terlihat dari layar dan manipulasi angka saja, tapi juga benar-benar bisa kita lihat fisiknya. Karena kalau tidak, sama saja kita 'bertaruh' bahwa hal tersebut ada.
Bicara soal 'bertaruh', bisa dikatakan ini mirip dengan apa yang sedang viral di Indonesia sekarang: Judi Online. Banyak yang terlena karena mudah mendapat untung hanya dengan main sedikit. Mereka melihat uang mereka berkembang banyak, tapi uang tersebut hanya terlihat di layar hp saja, tidak tahu itu asli bisa kita dapat atau tidak. Padahal ya namanya judi, itu semua untung-untungan. Seringnya, bukannya untung malah buntung yang menghampiri.
Yang disayangkan, banyak manusia yang terlena dengan hal tersebut; baik hal keuntungan seperti promo fintech, ataupun hal yang sudah masuk ranah haram seperti berjudi. Mereka termakan keserakahan yang ada di dalam diri mereka, Dan keserakahan ini sifat buruk manusia yang harus dihadapi. Bagian terkotor yang mudah, amat mudah dimanfaatkan oleh setan untuk menjerumuskan ke kubangan dosa.
Dan mudah sekali terayu untuk memuaskan nafsu dan termakan iming-iming palsu tersebut. karena takut miskin, takut diejek, takut tidak ada harta.
Padahal, bukannya Allah Maha Kaya?
Dan tiap manusia sudah ditulis rezekinya, bahkan sebelum mereka lahir ke dunia ini?
Iman, itu yang kurang tertanam di hati manusia. Kalau hati kita memiliki iman yang kuat, kita akan bersyukur dengan yang sedikit. Lalu akan merasa qana'ah seberapapun harta yang kita miliki, karena kita tahu Allah sudah menyiapkan untuk kita rezeki yang halal.
Semoga, kita bisa makin bersyukur atas apa yang Allah Anugerahi ke kita.