image-logo
Terkadang kita sebagai manusia, memiliki hal yang membuat kita merasa tidak aman, merasa khawatir, *insecure* dengan diri kita sendiri. Memenuhi hati dengan perasaan khawatir dan takut.
post
/post/insecurity/
Insecurity

Insecurity

Terkadang kita sebagai manusia, memiliki hal yang membuat kita merasa tidak aman, merasa khawatir, insecure dengan diri kita sendiri. Memenuhi hati dengan perasaan khawatir dan takut.

Terkadang, kita tidak yakin apakah rasa Insecure tersebut memang hal yang yang patut dikhawatirkan atau hanya kekhawatiran tanpa sebab. Dengan ketidaktahuan tersebut, sering kita akbur. Kabur karena sudah takut terlebih dahulu. Kemudian melindungi hati kita --yang kian rapuh karena dipenuhi kekhawatiran, dengan pagar berduri untuk melindungi hati kita dalam bentuk prasangka.

Hingga akhirnya, hati kita kian rapuh. Hingga air termurni yang berusaha mengobati hati kita pun tidak dapat menjangkau hati kita. Pun jikalau terjangkau, sudah ternoda oleh karat-karat busuk yang berasal dari pagar prasangka diri. Makin hari kian busuk hati kita, karena kekurangan cahaya hangat dan air. Bagaimanalah mau menerima cahaya dan air, jika hati yang hampir hancur tersebut ditutup rapat-rapat oleh duri-duri negativitas prasangka?

Sebagai manusia, kita itu rapuh. Sangat rapuh. Karena itulah kita selalu melindungi diri kita dari hal yang berisiko membuat kita hancur. Kita khawatir bahwa dunia luar dan orang-orang di sekitar kita dapat membuat kita hancur.

Ketika hati kecil kita sudah lelah menampung kekhawatiran dan diri sudah tidak sanggup menopang agar hati tidak hancur, maka bagaimana cara untuk mengobati itu semua?

Sejujurnya, jawabannya sederhana: melepaskan.

Hati dan diri kita harus dibiarkan menghadapi secara langsung seluruh kekhawatiran yang meliputi dua entitas dalam kita sebagai manusia, dan belajar menerima diri kita sendiri apa adanya. Tanpa kabur, tanpa pelindung, dan mencoba memahami dan menerima secara netral semua hal tentang kita sendiri.

Mungkin diri kita akan berontak, melindungi hati. Hati kita yang sudah sangat-sangat rapuh akan membuat kita sakit, mual, dan menangis saat pertama kali menerima air dan cahaya tersebut. Pun ketika kekhawatiran yang kita takuti hingga menutup hati kita sedemikian rupanya, akan membuat wajah kita sembab oleh air mata saat kita mencoba menghadapinya secara langsung.

Setelah menerima, mari kita keluarkan. Apa adanya, tanpa filter-filter kekhawatiran. Keluarkan apa yang selama ini menahan kita, seluruh kekhawatiran yang terpendam bertahun-tahun, tanpa ragu-ragu. Biarkan keluar, mengalir. Tidak apa-apa jika air matamu juga mengalir bersamanya dengan mengalirnya lisan yang keluar dari lidah kita, karena itulah isi hatimu yang sebenarnya, yang amat sangat diperbolehkan keluar.

Perlahan, perlahan. Sedikit-sedikit, lama-lama kita akan mulai bisa lebih jujur, bahwa rasa insecure dan khawatir tersebut sebenarnya bukanlah hal yang layak membuat kita hancur. Semoga.

Penulis: Riza Kariza