Kalau lihat betapa mudahnya hidup dengan kecanggihan teknologi di zaman ini, terkadang mikir: Gimana caranya orang-orang zaman dulu bisa hidup tanpa kecanggihan teknologi ini?
Karena realitanya, mereka tetap bisa hidup walau dengan kekurangan yang ada.
Misal ketika berpergian. dulu belum ada Google Maps atau Ride hailing seperti grab dan uber, perlu waktu berhari-hari untuk melakukan perjalanan jauh. Mereka berjalan kaki atau menunggang binatang, yang tentunya butuh istirahat. Ketika malam tiba, mereka berhenti untuk istirahat, kemudian melanjutkan perjalanan lagi ketika fajar sudah menyingsing. Untuk membantu perjalanan, mereka melihat bintang dan dan bertanya ke orang lain sebagai penunjuk perjalanan mereka.
Mereka mempelajari banyak kemampuan untuk bertahan hidup, dan tidak tergantung dengan alat mereka. Kemampuan seperti membaca rasi bintang, menentukan arah mata angin, komunikasi, dan bertahan di alam liar menjadi pengganti teknologi yang kita miliki sekarang.
Kemudian juga, butuh waktu sangat lama untuk melakukan satu perjalanan saja. Alhasil, jumlah kegiatan yang mereka bisa lakukan sangat terbatas; dan sebagian besar waktu diisi dengan bergerak, beraktifitas untuk bertahan hidup. Sedikit waktu luang yang mereka miliki, dimanfaatkan untuk beristirahat untuk mengisi energi.
Jika kita bandingkan dengan zaman sekarang, ini seperti pertukaran. Kecanggihan teknologi dan otomotif yang ada saat ini, membantu kita melakukan perjalanan jauh dengan mudah, dengan waktu yang singkat pula. Namun, sebagai ganti kemudahan tersebut, kita jadi bergantung dengan teknologi tersebut, dan tidak mengembangkan kemampuan untuk melakukan semua itu seorang diri. Ditambah, polusi yang diciptakan kendaraan itu menimbulkan polusi yang mencemari langit-langit, sehingga sulit untuk melihat rasi bintang.
Alhasil, jika saat ini teknologi dan kendaraan semuanya lenyap, musnah, atau tidak berfungsi, sedikit dari kita yang bisa melewatinya. Mau tidak mau, kita harus belajar untuk hidup tanpa teknologi.
Jika dipikir dari sisi ini, sebenarnya ini semua seimbang. Tanpa teknologi, manusia terpaksa belajar ilmu bertahan hidup. Namun dengan adanya teknologi, semuanya jadi mudah dan manusia terpaksa hidup tanpa perlu mempelajari ilmu tersebut.
Walau memang, bisa saja kita belajar ilmu tersebut di zaman ini, terlebih dengan adanya internet yang menyimpan semua ilmu tersebut, kita bisa saja belajar. Dan, belajar juga hal yang kita harus selalu lakukan setiap saat, untuk mengembangkan diri kita.
Tapi yang salah adalah, kalau kita hanya memikirkan hal yang benar atau mungkin karena bantuan teknologi saja. Padahal zaman dulu, banyak hal yang sudah ada jawabannya tanpa perlu bantuan teknologi.
Sebagai contoh, penentuan Puasa Arafah. Saat ini, terpecah dua kubu untuk menentukan puasa arafah: mengikuti Hari Arafah di Saudi, ataukah mengikuti tanggal 9 Dzulhijjah di daerah setempat? Jika dipikirkan, kita bisa menentukan hal pertama karena kecanggihan teknologi zaman sekarang; Internet, berita, dan lain-lain. Dari situ kita tahu kapan Arab Saudi akan mengadakan hari Arafah.
Namun, tentunya zaman dulu hal ini tidak mungkin, karena tidak ada komunikasi instant seperti zaman ini. Mengirim surat saja butuh waktu berhari-hari. Lalu bagaimana orang zaman dulu menentukan puasa Arafah? dengan melihat bulan, mengikuti penanggalan waktu tempat mereka tinggal. Dan ini ada hadistnya untuk membuktikan kebenarannya.
Akan sulit jika kita hanya membatasi diri kita dengan wawasan yang kita tahu saja; kita juga perlu mengembangkan wawasan dan pengetahuan kita, agar kita bisa memiliki dan mengamalkan ilmu dengan sebaik mungkin.
Dan pada akhirnya, semuanya kembali ke diri kita sendiri; apakah kita ingin terus belajar dan meningkatkan kemampuan kita sebagai manusia, atau kita akan diam saja, bergantung dengan teknologi, dan terlena dengan kemudahan yang ada sekarang tanpa mencoba mengembangkan ilmu yang kita miliki?