Ketika awal menjadi mahasiswa, kata-kata yang sering dinasihati oleh para panitia ospek dan pembicara adalah :
Carilah pengalaman sebanyak mungkin saat kuliah. Jangan menjadi kupu-kupu
Daftar UKM atau BEM untuk cari pengalaman. Jangan Cuma belajar aja
Kuliah cepet itu bagus, tapi biasanya yang begitu Cuma yang kampus-kosan saja. Lebih baik kuliah lama daripada kuliah cepet tapi Cuma itu-itu aja
Dan lain sebagainya.
Ane yang mendengar pendapat-pendapat seperti itu, hanya nyengir dan dilanjutkan memberi pendapat ke panitia ospek yang berpendapat begitu juga secara personal. Soalnya Ane gamau debat dengan pembicara. Itung-itung malu juga sih ._.
Ane dari awal masuk kuliah sudah amat sering membahas tentang ini, baik lewat tulisan maupun diskusi dengan teman. Mungkin karena keluarga ane pada kupu-kupu, Ane menjadi kontra dengan pendapat-pendapat di atas. Alhasil diskusi kita tak berujung. Ya walau ujungnya Ane ikut organisasi juga sih.
Masuk tahun kedua kuliah, Ane tetap kontra dengan pendapat ini. Hanya saja, perlahan-lahan Ane mulai aktif di organisasi islam kampus. Ane pun mulai memahami makna kura-kura lebih dalam. Ane pun mendalami makna kupu-kupu dengan lebih rinci lagi. Alhamdulillah, ilmu Ane makin bertambah untuk melihat makna-makna ini secara lebih luas. Hasilnya : Ane merasa tidak cocok dengan istilah-istilah tersebut.
Dulu di tumblr, Ane pernah membuat tulisan "Jangan Jadi Kura-kura" (yang mungkin satu-satunya tulisan mengenai kuliah berjudul begitu). Ane menekankan kesalahan seputar konsep kura-kura tanpa maksud untuk tak menyetujui pendapat itu. Tapi sekarang, Ane lebih memilih untuk tidak menyetujuinya sepenuhnya.
Yang Ane lihat, tipikal kerugian a la kura-kura adalah jika hanya "kuliah", tanpa mengikuti kegiatan lain macam organisasi. Yang jadi pertanyaan adalah : Apakah jika seseorang tidak mengikuti organisasi, maka dianggap merugi? Dan apakah jika seseorang yang mengikuti organisasi atau kegiatan lainnya, dianggap sebagai orang yang tak merugi?
Bisa jadi, seseorang mengikuti organisasi, tetapi Ia hanya ikut karena tren, atau biar disebut "Anak BEM", tetapi hakikatnya, tidak aktif ataupun tak memberi kontribusi terhadap organisasi yang Ia ikuti tersebut. Bahkan karena banyak ikut kegiatan, kuliahnya jadi kacau.
Bisa jadi, seseorang yang tak mengikuti kegiatan apapun, dia fokus belajar agama dan menerapkannya. Atau mungkin, Ia mengembangkan ilmu yang didapat di kuliahnya untuk bantu-bantu masyarakat sekitar. Siapa tau, dia kuliah hanya 3,5 tahun, fokus kuliah, tetapi diam-diam memiliki rencana dan membuat sesuatu yang dapat dipatenkan, bahkan sampai tingkat internasional. Membanggakan indonesia banget kan tuh.
Teori merugi ini juga berlaku untuk kupu-kupu. Belum tentu seseorang yang menjadi kupu-kupu adalah orang yang tak merugi. Begitupun, jika tak menjadi kupu-kupu, maka Ia merugi.
Mungkin saja, Ia tidak ikut apapun karena memang malas, tidak punya kegiatan lain, tetapi kuliahnya juga nggak paham-paham amat. Yang penting tugas selesai deh.
Mungkin saja, Ia yang memiliki kegiatan lain -di tengah kesibukannya-, Ia tetap paham akan kuliahnya. Pun memberi dan mengambil benih manfaat terhadap kegiatan-kegiatan yang Ia ikuti. Bahkan, menerapkan ilmu yang didapat di kelas untuk kemajuan kegiatan yang Ia ikuti.
Teori merugi itu kompleks. Tiap orang memiliki sejarah hidupnya masing-masing. Orang biasanya hanya melihat sesuatu hanya dari kulitnya saja tanpa ingin memahami isinya lebih dalam. Alhasil, pendapat yang ada hanya akan sebatas hitam-putih. Jika tak sesuai dengan standar keuntungan, maka Ia merugi.
Ketika orang-orang mengetahui kisah hidup Ane, banyak yang mengatakan Ane merugi. Ane sudah kuliah di universitas dengan jurusan berakreditasi A. Ane diterima di universitas top kota hujan di jurusan yang Ane minati. Dan setelah itu semua, Ane memutuskan masuk di perguruan tinggi yang kualitasnya jelas di bawah kedua universitas itu.
Pertanyaannya, apakah Ane merugi?
Orang lain bisa menyayangkan pilihan Ane, atau mengatakan Ane merugi. Tapi pada dasarnya, kerugian atau keuntungan baru bisa diketahui jika kita sudah mengetahui isinya dengan baik. Sekalipun rugi, kerugian itupun bisa dimanfaatkan sehingga menjadi keuntungan. Itu selama kita berusaha belajar.
Jadi, apakah Ane merugi? Hanya Allah, diri Ane, dan yang sudah amat tahu diri Ane yang tahu jawaban pastinya.