image-logo
Sebuah resensi novel.
post
/post/resensi-novel-kami-bukan-sarjana-kertas/
Resensi Novel "Kami (Bukan) Sarjana Kertas"

Resensi Novel "Kami (Bukan) Sarjana Kertas"

(repost ulang, dari kumpulan thread di twitter)

Novel Kami (bukan) sarjana kertas, sebuah novel yang aku beli salah satunya karena tertarik dengan cover dan judulnya, mau ku-resensi. tapi aku ga pernah baca novel lain buatan mas khairen, jadi mungkin ada yang pendapatku negatif tapi sebenarnya memang itu gaya khasnya si mas.

Judulnya sudah tahu ya. Pengarangnya JS Khairen (J.S.-nya itu Jombang Santani, FYI). Penerbitnya bukune. terbitnya baru februari kemarin. Suprisingly, bukunya lumayan tebel, 362 halaman, Tapi gaya penulisan si mas yang santai membuat jumlah halaman segitu tidak terasa banyak.

Kalau dari sinopsis di belakang bukunya sih, bukunya bercerita tentang kisah mahasiswa di kampus UDEL (yang aku baru tau UDEL itu artinya pusar). Banyak ya? Nggak kok, Nggak semua mahasiswa kampus UDEL. hanya 7 mahasiswa saja yang jadi fokus utama si mas penulis.

Ketujuh mahasiswa tersebut memiliki latar yang berbeda-beda dan bergabung dalam satu grup konseling. Mereka dibimbing oleh dosen mereka dosen Lira Estrini, dosen muda yang memiliki cara mendidik yang unik dan tiada duanya. Dosen mana yang hari pertama mengajar ‘mentraktir’ pizza…

…dan tikus! (yep, tikus hidup, disebar di kelas. Anda ga salah baca)? Kemudian setelah kasus tikus itu, dimulailah perjalanan cerita tentang masing-masing mahasiswa bu Lira tersebut selama mereka kuliah, hingga masing-masing dari mereka wisuda. Setelah kerja ada lagi bukunya.

Yang aku suka dari novel ini ada 3 : desain cover, ceritanya, dan tema bahasannya. Akan kubahas satu per satu.

Desain covernya menurutku unik : kuning polos dengan 3 orang berpose masing-masing dan Judul dan nama penulis menggunakan font tulis tangan yang tidak rata, menunjukkan kesan komedi dan isi ringan dari novelnya (Bukune memang terkenal menerbitkan bacaan ringan).

Tiap orang di cover menggambarkan tahap-tahap di perikemahasiswaan. Dari kiri, pose saat lagi kuliah santai, menunjukkan perjalanan awal jadi mahasiswa yang santai-santai menghanyutkan. Yang kedua memakai topi wisuda, menunjukkan akhir dari kehidupan kampus, yaitu wisuda…

…Dan yang terakhir, masuk tong sampah, yang -menurutku- akibat kalau si blockman jadi sarjana kertas : kualitas nihil, modalnya ijazah kampus aja. Mudah dimengerti dan kreatif. Aku ga heran kalo di novel selanjutnya ada orang pake dasi, punya banyak uang, dan nyesel di akhir.

Dari segi cerita, buku ini menceritakan kehidupan kampus dengan baik. Buku ini lumayan akurat menggambarkan kehidupan kampus seperti apa sih? Apa saja yang dilakukan mahasiswa? Serta hal-hal yang hanya ada di kampus seperti KKN dan hal yang umum seperti UTS dan UAS di kampus.

Terakhir tema bahasan, yang merupakan inti novel ini. Topik bahasan dan pesan yang ingin disampaikan mas penulis itu dalam, banget malah. Si mas berhasil memberitahukan nasihat penting yang perlu diketahui oleh mahasiswa dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti.

Selain itu, aku suka juga mas penulis nggak menunjukkan pandangannya mengenai mahasiswa dari satu sudut pandang saja, tetapi dari banyak sudut pandang dengan menempelkan sudut pandang ke tiap-tiap tokoh. hasilnya, tokoh di novelnya bervariatif dan nggak jadi 'tokoh kaleng' .

Soal gaya penulisan, menurutku ada plus-minus tersendiri. Gaya penulisan penulis bisa dibilang santai dan punya humor yang lucu, cocok untuk novel ringan. Tapi di beberapa titik, penulisan yang santai ini (wash wesh wosh dan kawan-kawannya) jadi memberi pesan yang salah.

!! SPOILER ALERT !!

Di bagian Ogi belajar di bali dengan bule, aku melihat mas penulis ingin menggambarkan kalau dengan mimpi dan usaha, dalam seminggu Ogi sudah menjadi ahli teknologi. penulisan seperti itu khawatir membuat orang mengira bidang itu memang mudah.

Bidang teknologi itu kan ada banyak : smartphone, smart TV, aplikasi, web, komputer, AI, game, dan lain-lain. Bisa di satu bidang belum tentu bisa di lain bidang. Banyak yang salah kira kalau bisa komputer atau kuliah di jurusan IT, berarti bisa semua yang terkait dengan itu.

Pernah ada percakapan begini dengan sepupuku :

A (Sepupu) : Z kuliah di jurusan apa?

Z (Aku) : jurusan komputer

A : ohh berarti bisa hacking dong?

Z : (senyumin aja), aku Cuma bisa bikin web aja

Yep. That's real.

Lalu Pemrograman itu bidang yang membutuhkan usaha, logika, dan kemampuan problem solving banget. Belajar dengan Mark Zuckbergpun pun belum tentu dalam 1 minggu bisa ahli jadi programmer. Bisa pemrograman dalam 1 minggu seperti ogi? Sorry to say, itu mitos.

!! END !!

Dari penokohan, Sebenernya mungkin fokus si mas penulis di ceritanya Cuma di dua tokoh utama saja, yaitu Ogi dan Ranjau yang menjadi tokoh pembuka novel ini, karena diantara ketujuh sekawan tersebut, cerita mereka yang menurutku paling matang.

5 orang lainnya ceritanya juga lumayan lah, tapi nggak sematang Ogi dan Ranjau, jadi mungkin di beberapa titik ada dari kisah 5 orang tersebut yang terdapat flaw dan di beberapa titik cerita kesannya agak 'dipaksakan'.

Sebagai penutup, novel ini layak dibaca untuk mahasiswa, baik yang muda atau tua, anak SMA yang penasaran dunia kampus seperti apa, hingga -kalau kata sinopsis di belakang buku, presiden korea utara (yaa walau masih misteri apakah sang presiden bisa bahasa indonesia).

Karena novel ini mengajarkan agar mahasiswa tidak menjadi sarjana kertas, tetapi menjadi sarjana pelatihan kehidupan untuk kemudian melanjutkan ke panggung kehidupan yang sesungguhnya.

Penulis: Riza Kariza