image-logo
Jangan terlalu mencintai seseorang, karena mungkin Ia bisa menjadi orang yang (paling) kau benci. Dan jangan terlalu membenci seseorang, karena bisa jadi Ia menjadi orang yang (paling) kau sayang.
post
/post/tentang-cinta-dan-benci/
Tentang Cinta dan Benci

Tentang Cinta dan Benci

"Jangan terlalu mencintai seseorang, karena mungkin Ia bisa menjadi orang yang (paling) kau benci. Dan jangan terlalu membenci seseorang, karena bisa jadi Ia menjadi orang yang (paling) kau sayang"

Dulu kawan Ane menasihati Ane dengan pepatah ini sebagai bagian dari kalimat penutupnya. Ane saat itu tak terlalu memperhatikan, tetapi jika dipikir-pikir, Ane tidak sepenuhnya setuju dengan pesan ini.

Yang Ane tahu, kita tidak boleh membenci seseorang kecuali membenci karena Allah atau membenci perbuatannya (bukan orangnya). Pun jika mendiamkan seseorang, maksimal hanya 3 hari. Jika membenci dengan dasar pepatah ini, dikhawatirkan membenci menjadi dibolehkan.

Pun dengan menyayangi. Jika jangan terlalu menyayangi, bagaimana dengan menyayangi Anak? Menyayangi Suami? Istri? Kemudian mencintai Allah, Rasul-Nya, Shahabat-shahabatnya, dan para wali-wali Allah? Kalau nggak cinta banget, trus biasa aja gitu??? Nggak mungkin juga kan seorang ibu biasa aja sama anaknya :v

Di sisi lain, pesan ini juga ada benarnya. Kita tidak tahu bagaimana masa depan itu. Bisa jadi benci jadi cinta, dan cinta jadi benci. Kita tidak tahu.

Karena penasaran, Ane nanya ke seorang Ustadz mengenai hadist Di atas. Dan yang dikatakan sang ustadz adalah :

"Hadist Riwayat Siapa Itu"

Ane bingung juga sih, kok ditanya hadist riwayat siapa? Ane coba searching, dan ketemu hadist yang mirip dengan ini :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi seorang yang engkau benci. Dan bencilah orang yang engkau benci sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”

(H.R. Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Mirip, tapi berbeda. Tapi perbedaannya bikin perubahan makna yang sangat berbeda dengan aslinya. Menurut Ane, kalimat yang pertama ingin bilang kalo "biasa aja sama orang. Jangan berlebihan".

Memang berlebihan ga boleh, tapi dalam hal apa? Hal cinta dan benci? Bukankah yang perlu diperhatikan mestinya adalah mengenai prilakunya? Prilaku jangan terlalu berlebihan, seperti saking cintanya, segala yang kekasihnya perbuat dibenarkan, sampai mengorbankan dirinya. Atau membenci dengan sangat, sampai pas orang yang dibencinya bicara udah males dengerin, padahal bisa saja Ia ingin memberi nasihat.

Oh iya, Ustadznya juga menjawab makna hadist itu :

Salah satu perintah dalam Islam adalah menyatakan cinta karena Allah,adakalah jika kita condong cintanya bukan karena allah,bisa jadi suatu saat nanti kita akan berpisah.

Dari Habib bin ‘Ubaid, dari Miqdam ibnu Ma’dy Kariba –dan Habib menjumpai Miqdam ibnu Ma’di Kariba-, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُعْلِمْهُ أَنَّهُ أَحَبَّهُ

“Jika salah seorang di antara kalian mencintai saudaranya hendaklah dia memberitahu saudaranya itu bahwa dia mencintainya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 421/542, shahih kata Syaikh Al Albani)

Dari Mujahid berkata,

“Ada salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu denganku lalu ia memegang pundakku dari belakang dan berkata,

أما إني أحبّك

“Sungguh saya mencintaimu.”

Dia lalu berkata,

أحبك الله الذي أحببتني له

“Semoga Allah yang membuatmu mencintaiku turut mencintaimu.”

Dia berkata, “Kalau sekiranya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bersabda, “Jika seorang pria mencintai saudaranya hendaklah dia memberi tahu bahwa dia mencintainya“, maka tentulah ucapanku tadi tidak kuberitahukan kepadamu.” Dia lalu menyodorkan sebuah lamaran kepadaku sambil berkata,

“Kami memiliki seorang budak perempuan dia buta sebelah matanya (silakan engkau mengambilnya).”

(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod 422/543. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Inilah ajaran Islam yang mengajarkan untuk saling mencintai. Ketika kita mencintai saudara kita karena Allah, maka ungkapkanlah cinta tersebut dengan mengatakan, “Inni uhibbuk” atau “Inni uhibbuk fillah”. Lalu ketika saudaranya mendengar, maka balaslah dengan mengucapkan “ahabbakallahu alladzi ahbabtani lahu” (Semoga Allah yang membuatmu mencintaiku turut mencintaimu). Dan ini menunjukkan hendaknya cinta dan benci pada orang lain dibangun karena Allah, bukan karena maksud dunia semata.

Dan masih ada lagi, tapi sepertinya terlalu panjang jadi segitu saja.

Itu baru mengenai sayang, yang selanjutnya mengenai benci :

Benci karena allah,misalnya saudara kita berbuat kesyirikan tetap temani ia, kita benci karena sifat dan perbuatannya. bukan justru kita benci kita tinggalkan ia.

Kayaknya jawaban Ustadznya udah jelas ya. Semoga ini bisa memperjelas mengenai pepatah di atas. Takut ada yang salah menerapkan.

Penulis: Riza Kariza