Ada kalanya, ane merasa emosi dan marah terhadap suatu perilaku atau terhadap suatu orang. Terkadang, ane dapat menahannya, dan terkadang tidak.
Ketika ane berusaha menahannya, ane mengingat orang-orang yang sebelumnya marah atau kesal karena perilaku yang sudah ane lakukan, untuk kemudian berpikir bahwa ane tidak mau menjadi seperti mereka. Hasilnya, ane berusaha meredam amarahnya dan memaafkan sumber kekesalan tersebut.
Kemudian ane berpikir, sepertinya ada yang salah dari ini.
Tidak, tindakannya sudah benar. Lalu apa yang salah?
Benar juga, niatnya. Niat ane bukan karena Allah, tapi karena tidak mau menjadi orang yang sama dengan orang yang membenci atau kesal dengan ane.
Mungkin kalian berpikir, apa salahnya? Tidak, itu salah.
Melakukan kebaikan karena merasa hal tersebut baik, bukankah sama seperti menjadikan perasaan sebagai tumpuan utama? Yang berarti, bukan merupakan landasan yang kokoh. Jika misal perbuatan tersebut ternyata menyenangkan dan mashyur dianggap benar, maka bisa jadi ane akan mengikuuti hal tersebut walaupun Allah melarangnya.
Menjadi mukmin, menjadi orang islam, berarti sami'na wa atho'na terhadap apa-apa yang Allah dan rasulnya perintahkan, dan apa-apa yang Allah dan rasulnya larang. Tidak terpaku dengan apa-apa kata dunia. Itulah aqidah yang kokoh.
Memang ya, aqidah dan tauhid harus selalu diperhatikan. Karena memang inilah pondasi dasar umat islam.